Kemarin, kita sudah berjanji untuk bertemu ditaman dipinggir kota. Kamu yang memilih tempatnya, dan aku menyetujuinya.
Dan hari ini adalah hari itu. Tak sabar aku untuk menemui orang yang sudah 3 tahun kukenal, tanpa sempat bertatap muka. Ajaib memang. Ketika begitu banyaknya media sosial bermunculan, kita masih tetap setia dengan yahoo messenger. Sebuah pesan instan yang saling kita kirim disela-sela pekerjaan dan kegiatan kita. Tanpa sempat bertatap muka. Bahkan hanya sekedar bertukar foto.
Cinta tumbuh karena sering bertemu. Pepatah Jawa itu benar adanya. Pertemuan demi pertemuan melalui kotak kecil yang kerap kusembunyikan ketika pandangan-pandangan ingin tau mengintip dari balik kubikel saat melihatku terkikik geli membaca candaanmu. Cinta yang perlahan tumbuh ini tak pernah kusangka sebelumnya. Pikirku, kata-katamu hanyalah sekedar kata-kata. Tak bermakna apapun. Nyatanya, setiap kata darimu yang muncul pada kotak pesanku, menimbulkan debar yang membuat pipiku semburat merah jambu.
Malam itu, sebelum tidur kita sempat berbincang. Tentang pekerjaanku di perpustakaan, dan tentang pabrik kopi tempatmu menghabiskan waktu selama hampir 15 jam sehari. Kecanduanmu pada aroma kopi dan kecanduanku pada sesapan kopi pahit buatanku mengakhiri pembicaraan hari itu pada satu kesimpulan dariku. Kita harus bertemu. Debaran jantung semakin cepat dan tanganku gemetar ketika mengetik huruf demi huruf pada ponsel pintarku, meminta satu pertemuan denganmu. Lima belas menit adalah seperti tak berujung ketika gelisah dan ketakutan akan kemarahanmu, karena aku melanggar perjanjian yang kita buat pada pertemuan kedua di pesan instan yahoo. Perjanjian, bahwa pertemuan di ranah maya ini tak harus berlanjut pada dunia nyata, ketika salah satu dari kita tak siap.
Tapi, disinilah aku sekarang. Duduk dalam balutan rok panjang merah jambu yang sewarna dengan pipiku. Menanti dalam gelisah dan debar yang tak kunjung reda. Menunggu dengan menggenggam sebuah cangkir kopi kertas. Resep kopi rahasia buatanku sendiri. Kita berjanji, pertemuan ini tak sekedar pertemuan dua orang sahabat. Tapi kita juga akan bertukar resep kopi yang sering kita ributkan, tentang kopi buatan siapa yang paling enak.
Dalam helaan nafas untuk menenangkan hatiku, tak sadar membisikkan namamu, sambil mengusap pelan layar ponsel pintarku.
Satu jam berlalu, kopi dalam cangkir kertas mulai dingin.
Sebuah PING mengejutkanku. Tergesa membuka pesan tersebut dan terdiam lama ketika membacanya. Tersenyum aku sepahit kopi dingin yang perlahan kuteguk.
frans : maaf mengecewakanmu, nama asliku adalah Fransiska.