Tak ada yang lebih membahagiakan dari hari ini. Akhirnya aku memutuskan untuk melamar Sita hari ini. Tepat pada hari dimana 3 tahun yang lalu, aku memintanya menjadi kekasihku. It’s gonna be a big surprise. Sebelumnya kami memang pernah membicarakan soal pernikahan. Tapi itu 7 bulan yang lalu. Ketika itu aku baru dipromosikan menjadi kepala cabang. Aku berjanji pada perempuanku itu, kalau selesai urusan tetek bengek di kantor yang pastinya akan menyita waktu dan perhatianku, kami akan membicarakannya lebih lanjut. Tapi hari ini, aku tak ingin sekedar membicarakannya saja. Aku ingin melamarnya. Memintanya menjadi istriku, ibu dari anak-anakku.
Segala hal sudah kurancang sempurnya. Berharap, hari ini pun akan berakhir dengan sempurna pula. Aku sudah memesan tempat untuk kami disebuah restaurant Perancis. Dan, untuk melengkapi cincin berlian setengah karat yang ada dikantong celanaku, aku akan memberikannya pula setangkai mawar merah.
Setelah menyelesaikan urusan dikantor, dan menunda beberapa hal yang kurang penting untuk esok hari, aku bergegas menuju Mazda tahun 97 ku, yang sudah 7 tahun menemaniku, hadiah kelulusanku di SMA. Sebelum menuju kantor Sita, aku mampir ke kios bunga yang tak jauh dari kantor, mengambil setangkai mawar merah yang masih segar. Lalu melanjutkan perjalanan ke kantor Sita. Ini kejutan yang lain. Karena belakangan, aku hampir tak pernah lagi menjemputnya, karena kesibukanku. Tapi hari ini, aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama calon istriku. Tak ayal, senyumku mengembang lebih cerah ketika kata-kata itu singgah dikepalaku. Hmm… calon istri.
Sampai dikantor Sita, aku sengaja parkir diluar kantornya. Hei, ini surprise, bukan? Sambil bersiul lagi aku berjalan tak sabar memasuki halaman kantornya. Mawar merah itu aku sembunyikan dibelakang punggungku. Sambil merapikan baju, aku berhenti sejenak. Lalu, berbalik keluar kantor Sita. Menuju mobilku dan tak menghiraukan panggilan Sita dibelakangku. Seolah ada yang kurang dari hari ini. Seharusnya hari ini sempurna.
Masih dengan mawar merah ditangan, aku menginjak gas Mazda 97 itu lebih dalam. Lalu menggerakkan persneling. Kejadian itu seolah ada didepan mataku sekarang. Sehingga aku tak melihat sebuah truk berkecepatan tinggi yang berjalan ke arahku ketika aku memutar stir untuk berbelok. Aku sama sekali tak melihat Sita yang berdiri sambil berteriak digerbang kantornya. Aku tak melihat orang-orang yang melambaikan tangannya ke arahku. Pun tak melihat truk yang menghantam bagian kanan mobilku.
Seolah, aku hanya melihat kejadian tadi. Tentang Sita yang berbicara dengan seorang laki-laki yang membelakangiku, lalu menangis dan mengangguk. Kemudian memeluk laki-laki itu. Tepat ketika aku melewati gerbang kantornya, Sita melihatku yang kemudian mengejarku yang berbalik arah menuju mobil. Hatiku seolah tak berada ditempatnya lagi sekarang. Aku kenal lelaki itu. Salah seorang akuntan di kantorku yang juga teman kuliah Sita.
Mawar merah itu masih kugenggam. Erat. Duri-durinya menusuk jari-jariku. Hingga berdarah. Dan darahnya menggenang disekelilingku. Membasahi tangkai hijaunya dan kelopak mawar yang semakin merah.
Seharusnya hari ini sempurna.